Kasus Oknum Guru Dan Murid Di Gorontalo
Fakta-Fakta Video Viral Guru dan Murid
Berikut adalah sederet fakta yang bisa dikulik terkait video viral antara guru dan murid di Gorontalo:
1. Penjelasan dari Pihak Sekolah
Pihak sekolah disebut pernah memberikan teguran keras bahkan melakukan pemeriksaan atas hal tersebut.
“Terkait masalah ini, mereka sudah dua kali saya periksa. Pertama, tahun lalu (2023) keduanya sudah saya periksa tetapi ada pengakuan. Kedua, saya periksa pada Agustus (2024) lalu karena adanya laporan dari istri sang guru,” kata kepala sekolah, Kamis (26/9/2024), dikutip dari BeritaSatu.
“Sebelum diperiksa kedua kalinya, video tersebut sudah ada. Saya sebagai kepala madrasah memberikan tindakan tegas dengan tidak memberikan lagi jam mengajar kepada guru yang bersangkutan dan melaporkan hal tersebut ke pihak Kementerian Agama,” lanjutnya.
Pemeriksaan pertama dilakukan pada 2023 silam meskipun belum ada pengakuan. Sementara pemeriksaan kedua dilakukan setelah ada laporan dari istri oknum guru tersebut kepada pihak sekolah.
2. Oknum Guru Telah Dinonaktifkan dari Sekolah
Pihak sekolah tempat oknum guru mengajar telah melakukan tindakan tegas dengan menonaktifkan oknum tersebut.
Pihak sekolah juga sudah mengeluarkan Surat Keterangan (SK) yang menyatakan jadwal mengajar oknum guru sudah tidak tertera lagi dan dinonaktifkan dari tugas.
“Saya mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkan SK (Surat Keterangan) memberhentikan segala aktivitas mengajar guru tersebut dan tidak lagi ada jadwal pembelajaran,” tandas kepala sekolah dilansir Gorontalo Post.
3. Polisi Tetapkan Oknum Guru Sebagai Tersangka
Oknum guru telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Kami sudah menetapkan tersangka inisial DH yang merupakan oknum seorang guru di salah satu sekolah di Kabupaten Gorontalo," tegas Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman kepada media, Rabu (25/9/2024).
"Dan kami sudah menetapkan status terhadap tersangka inisial DH yang dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak," sambungnya.
"Ancaman hukumannya 5 tahun minimal 15 tahun maksimal ditambah sepertiga di mana yang bersangkutan adalah tenaga pendidik," sambungnya.
4. Alasan Teman Merekam Menurut Polisi
Video yang viral itu direkam oleh teman korban. Menurut pihak kepolisian, alasan teman korban merekam adalah untuk diberitahukan kepada istri oknum guru tersebut.
"Alasan merekam adalah untuk, niatnya sih baik untuk memberitahu kepada istri guru tersebut bahwa kelakuannya ini sudah melampaui batas," ungkap Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman kepada media, Rabu (25/9/2024).
5. Kemenag Siapkan Sanksi Berat
Kementerian Agama (Kemenag) juga telah memberikan sikap atas kejadian di Gorontalo tersebut. Kemenag telah menyiapkan sanksi berat sesuai aturan yang berlaku.
"Kami sedang proses, guru yang bersangkutan akan segera mendapat sanksi berat sesuai regulasi. Kami tidak mentolerir hal ini. Guru seharusnya melindungi peserta didiknya," tegas Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, di laman Kemenag RI, Jumat (27/9).
6. Empati kepada Korban dan Jangan Sebarkan Video
Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman mengimbau kepada semua pihak untuk tidak menyebarkan video tersebut.
"Tolong yang sudah terlanjur memiliki video, tolong kalau bisa jangan diedarkan lagi, dihapus. Kita minta tolong jaga kondusivitas, jangan masalah ini dibesar-besarkan lagi," imbau AKBP Deddy Herman.
"Semakin dibesar-besarkan lagi nanti akan semakin teringat ulang-ulang lagi, karena dampaknya banyak bagi keluarganya korban, keluarganya seorang oknum guru ini yang tidak bersalah," sambungnya.
Imbauan serupa juga diserukan oleh Direktur Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Brigjen Desy Andriani. Kepada masyarakat juga diharapkan memberikan empati kepada korban yang masih di bawah umur.
"Nah, jangan menggunakan persepsi yang mengiring opini seolah-olah mereka juga menikmati ini, jangan saya. Kita asah empati kita. Mencoba mengolah pikir kita, mengolah rasa kita, sehingga tertuang narasi-narasi yang mengedukasi ya," kata Brigjen Desy Andriani kepada media, Senin (30/9/2024).
* Isi artikel ini telah mengalami penyuntingan ulang dari redaksi.
"Dipaksa dengan modus hubungan asmara"
Seorang guru berinisial DH di salah satu lembaga pendidikan agama di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, diduga melakukan tindak asusila kepada seorang murid perempuan yang duduk di bangku kelas 12.
Kejadian itu terungkap usai beredarnya video yang merekam dugaan asusila oknum guru berusia 57 tahun tersebut terhadap korban.
Paman korban, Karim Toiti, mengeklaim apa yang dialami keponakannya adalah murni pelecehan seksual terhadap anak di bawa umur.
Dia menuduh oknum guru itu menggunakan relasi kuasa untuk memanipulasi sehingga keponakannya merasa tertekan dan tidak bisa berbuat apa-apa hingga akhirnya terjadi dugaan kekerasan seksual.
Baca juga: Alasan Perekam Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo, Ingin Laporkan ke Istri Pelaku
Berdasarkan pengakuan korban kepadanya, Karim menerangkan bahwa awalnya pelaku mulai menyentuh salah satu bagian tubuh sensitif korban di ruangannya. Korban mengaku merasa kaget hingga menangis kala itu.
“Peristiwa itu sempat diceritakan kepada temannya, dan ponakan saya menangis karena dilakukan seperti itu,” kata Karim kepada kepada Sarjan Lahay, wartawan di Gorontalo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Akibat peristiwa itu, kata Karim, keponakannya sempat trauma dan beberapa hari tidak mau masuk ruangan guru di sekolah itu.
Meski tidak ada ancaman dari pelaku ke korban, klaim Karim, modus asmara terus dimanfaatkan pelaku untuk memanipulasi korban.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku untuk dimintai tanggapan terkait tudingan-tudingan yang ditujukan padanya, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Baca juga: Terungkap Modus Guru Lakukan Tindak Asusila ke Siswi di Gorontalo
Adapun hingga Jumat (27/09) yang bersangkutan disebut belum didampingi kuasa hukum.
Karim kemudian menambahkan bahwa dirinya kecewa dengan pihak sekolah yang tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap guru dan siswanya.
Dia juga memprotes dengan keras pandangan sekolah yang tidak memiliki perspektif korban—akibat peristiwa ini, keponakannya dikeluarkan dari sekolah.
Menurutnya, sekolah tidak melihat secara mendalam kasus ini dan hanya memandang bahwa ponakannya adalah pihak yang juga turut bersalah.
“Sekolah hanya mengacu kepada aturan tata tertib yang mereka buat bahwa siswa yang mencemarkan nama baik sekolah harus dikeluarkan. Padahal ini adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hak ponakan saya harus dilindungi,” jelas Karim.
Karim menduga sikap sekolah yang mengeluarkan keponakannya sebagai upaya untuk melepas tanggung jawab.
“Peristiwa ini terjadi sudah dua tahun lama. Berdasarkan informasi yang saya dapat, hubungan ini sudah diketahui oleh sekolah, tapi sekolah hanya diam saja, tidak melakukan apa-apa,” jelasnya.
Baca juga: Polisi Kantongi Identitas Perekam Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo, Diduga Murid Sekolah Lain
Senada, kuasa hukum korban, Yudin Yunus, mengatakan kebijakan yang diambil sekolah terkesan berpihak kepada pelaku, bukan kepada korban.
“Jika kasus ini diketahui oleh sekolah dan mereka hanya diamkan saja. Artinya, pihak sekolah bisa dibilang turut serta dalam terjadi kasus ini dan sekolah harus benar-benar bertanggung jawab di pengadilan,” tegasnya.
Kepala sekolah: ‘Kecurigaan sejak 2023’
Sumber gambar, Getty Images
Kepala sekolah Rommy Bau mengatakan, oknum guru yang mengajar Bahasa Indonesia itu menjadi pembimbing penulisan karya ilmiah korban pada 2022.
Namun setahun kemudian, dirinya mendapatkan laporan dari berbagai pihak terkait hubungan yang tak wajar antar keduanya. Dia kemudian melakukan pemeriksaan tertutup dengan membuat berita acara pemeriksaan (BAP).
Keduanya, kata Rommy, bersikukuh tidak mengakui hubungan terlarang mereka itu.
“Mereka berdua hanya mengakui sebagai pembimbing dengan yang dibimbing saja. Tetapi saya tetap memperingatkan mereka,” Rommy Bau kepada wartawan Sarjan Lahay yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Pada Agustus silam, Rommy menjelaskan, istri oknum guru melaporkan dugaan hubungan ini kepadanya. Pihak sekolah pun melakukan pemeriksaan kedua.
“BAP kedua yang dilakukan pada 29 Agustus 2024 lalu itu hanya berdasarkan aduan istri dari oknum guru ini. Belum ada video yang beredar ini,” ungkapnya.
Hingga Jumat (27/09) sore, BBC News Indonesia masih berupaya untuk mewawancarai istri oknum guru untuk dimintai konfirmasi terkait peristiwa tersebut.
Namun, pada Sabtu (21/09) lalu, Rommy kaget dengan video yang beredar di media sosial yang memuat dugaan tindak susila oknum guru dan siswanya itu.
Ia mengaku geram dan langsung menonaktifkan oknum guru itu dari jadwal pelajaran di sekolahnya.
Adapun status siswa yang bersangkutan, menurut Rommy, sudah tak mau lagi datang ke sekolah karena mengalami trauma yang mendalam—berdasar konsultasi dengan pihak keluarga.
Rommy bilang pihaknya sempat menawarkan kepada keluarga siswa tersebut untuk tetap melanjutkan pendidikan, namun bukan di sekolah yang didirikannya.
Dalam aturan yang dibuat oleh sekolahnya, tegas Rommy, siapa pun yang melakukan kesalahan dengan mencemarkan nama baik instansi harus dikeluarkan dari sekolah.
Kendati begitu, dia menampik tudingan bahwa pihak sekolah tidak melindungi korban.
Ia mengaku siap membantu keluarga korban untuk mencari sekolah baru agar siswi itu bisa melanjutkan pendidikannya.
“Siswa ini sudah kelas 12, tinggal beberapa bulan lagi lulus. Jadi saya tawarkan untuk pindah ke sekolah baru dan saya siap membantu mendaftarkan siswa tersebut. Saya juga akan upayakan model pembelajaran secara daring saja,” ujarnya.
Dugaan asusila guru terhadap murid di Gorontalo – ‘Dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual’
Sumber gambar, Getty Images
Dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya di sekolah menengah agama di Gorontalo mencerminkan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebutnya sebagai “darurat“ karena tindakan kekerasan seksual anak di satuan pendidikan terus berulang dengan tren meningkat. Hal ini diperparah dengan sanksi terhadap pelaku yang rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.
“Ini sudah darurat. Antisipasi pencegahan dan penanganannya harus secara luar biasa karena ini sudah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) bagi kami,” kata Satriwan saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.
Tingginya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), disebabkan oleh relasi kuasa antara guru dan murid yang tidak seimbang ditambah lemahnya pengawasan.
Kementerian Agama—yang menaungi satuan pendidikan agama—telah menjatuhkan "sanksi berat" kepada guru tersebut, tanpa merinci bentuk sanksi yang diberikan.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Hingga Jumat (27/09), belum ada kuasa hukum yang mewakili tersangka.
Berdasarkan temuan survei dari semua player terhadap bandar slot yang melejit, elektabilitas Viral Oknum Guru Dan Murid Di Gorontalo juga naik sangat signifikan pada tahun 2024. Terlepas dari keunggulan hampir di semua permianan yang di tayangkan situs ini sangat mencuri perhatian pemian karena dengan potensi kemenenagan 99.98%. Pemain menegaskan dengan ada nya survei ini sangat membantu player buat memilih situs dengan akurat dan aman.
KOMPAS.com - Dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya di sekolah menengah agama di Gorontalo mencerminkan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebutnya sebagai “darurat“ karena tindakan kekerasan seksual anak di satuan pendidikan terus berulang dengan tren meningkat. Hal ini diperparah dengan sanksi terhadap pelaku yang rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.
“Ini sudah darurat. Antisipasi pencegahan dan penanganannya harus secara luar biasa karena ini sudah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) bagi kami,” kata Satriwan saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.
Baca juga: Satu Pemeran Video Viral Guru dan Murid di Gorontalo Jadi Tersangka
Tingginya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), disebabkan oleh relasi kuasa antara guru dan murid yang tidak seimbang ditambah lemahnya pengawasan.
Kementerian Agama—yang menaungi satuan pendidikan agama—telah menjatuhkan "sanksi berat" kepada guru tersebut, tanpa merinci bentuk sanksi yang diberikan.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Hingga Jumat (27/09), belum ada kuasa hukum yang mewakili tersangka.
Kepala sekolah: curiga sejak 2023
Merujuk pada kasus yang terjadi di Gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari UU KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ASN, hingga UU Guru dan Dosen, menurut Satriwan
Kepala sekolah RB mengatakan, oknum guru yang mengajar Bahasa Indonesia itu menjadi pembimbing penulisan karya ilmiah korban pada 2022.
Namun setahun kemudian, dirinya mendapatkan laporan dari berbagai pihak terkait hubungan yang tak wajar antar keduanya. Dia kemudian melakukan pemeriksaan tertutup dengan membuat berita acara pemeriksaan (BAP).
Keduanya, kata Rommy, bersikukuh tidak mengakui hubungan terlarang mereka itu.
“Mereka berdua hanya mengakui sebagai pembimbing dengan yang dibimbing saja. Tetapi saya tetap memperingatkan mereka,” RB kepada wartawan Sarjan Lahay yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Baca juga: Kemenag Gorontalo Berikan Sanksi Guru Asusila Terhadap Siswi
Pada Agustus silam, RB menjelaskan, istri oknum guru melaporkan dugaan hubungan ini kepadanya. Pihak sekolah pun melakukan pemeriksaan kedua.
“BAP kedua yang dilakukan pada 29 Agustus 2024 lalu itu hanya berdasarkan aduan istri dari oknum guru ini. Belum ada video yang beredar ini,” ungkapnya.
Hingga Jumat (27/09) sore, BBC News Indonesia masih berupaya untuk mewawancarai istri oknum guru untuk dimintai konfirmasi terkait peristiwa tersebut.
Namun, pada Sabtu (21/09) lalu, RB kaget dengan video yang beredar di media sosial yang memuat dugaan tindak susila oknum guru dan siswanya itu.
Ia mengaku geram dan langsung menonaktifkan oknum guru itu dari jadwal pelajaran di sekolahnya.
Adapun status siswa yang bersangkutan, menurut RB sudah tak mau lagi datang ke sekolah karena mengalami trauma yang mendalam—berdasar konsultasi dengan pihak keluarga.
Baca juga: Kasus Video Asusila dengan Guru, Siswi di Gorontalo Dikeluarkan dari Sekolah
RB bilang pihaknya sempat menawarkan kepada keluarga siswa tersebut untuk tetap melanjutkan pendidikan, namun bukan di sekolah yang didirikannya.
Dalam aturan yang dibuat oleh sekolahnya, tegas RB, siapa pun yang melakukan kesalahan dengan mencemarkan nama baik instansi harus dikeluarkan dari sekolah.
Kendati begitu, dia menampik tudingan bahwa pihak sekolah tidak melindungi korban.
Ia mengaku siap membantu keluarga korban untuk mencari sekolah baru agar siswi itu bisa melanjutkan pendidikannya.
“Siswa ini sudah kelas 12, tinggal beberapa bulan lagi lulus. Jadi saya tawarkan untuk pindah ke sekolah baru dan saya siap membantu mendaftarkan siswa tersebut. Saya juga akan upayakan model pembelajaran secara daring saja,” ujarnya.
'Dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual'
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut kasus ini sebagai cerminan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Satriawan mengatakan “situasi darurat“ itu dikarenakan tindakan kekerasan seksual di satuan pendidikan terus berulang dengan tren yang meningkat, ditambah rendahnya sanksi terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Untuk itu, katanya, pemerintah harus membuat rencana aksi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Hal pertama yang dilakukan, tambahnya, adalah dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku.
Merujuk pada kasus yang terjadi di Gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari UU KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ASN, hingga UU Guru dan Dosen, menurut Satriwan.
Sumber gambar, Getty Images
“Ini hendaknya menjadi semacam alarm bahwa tindak kekerasan seksual ke anak, sanksinya berat, misalnya apakah dikebiri atau kemudian dipenjara seumur hidup,“ katanya dengan geram.
Kemudian, tambahnya, dalam rencana itu juga harus dilakukan penilaian kepada calon dan pengajar secara total, baik di sekolah hingga satuan pendidikan keagamaan, untuk mencegah calon pengajar memiliki orientasi seksual yang menyimpang terhadap anak.
Selain itu, perlu dibentuk sistem deteksi dini kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sehingga ketika ada potensi terjadinya kekerasan dapat dicegah.
“Seperti di Gorontalo, kami menduga guru dan murid punya hubungan, masa sekolah tidak tahu? Lalu kalau tahu langkah apa yang diambil? Ini kan yang tidak ada sehingga dampaknya seperti ini,“ ujar Satriwan.
Senada, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyebut kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan yang terungkap ke publik seperti di Gorontalo dan wilayah lainnya seperti “fenomena gunung es”.
Kemudian dari Januari hingga Mei 2023, FSGI mendata ada 22 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban mencapai 202 anak di lingkungan pendidikan, dengan pelaku yaitu guru, pemimpin pondok pesantren, hingga guru.
'"Dunia pendidkan sedang darurat kekerasan seksual"
Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut kasus ini sebagai cerminan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Satriawan mengatakan “situasi darurat“ itu dikarenakan tindakan kekerasan seksual di satuan pendidikan terus berulang dengan tren yang meningkat, ditambah rendahnya sanksi terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Untuk itu, katanya, pemerintah harus membuat rencana aksi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Hal pertama yang dilakukan, tambahnya, adalah dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku.
Merujuk pada kasus yang terjadi di Gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari UU KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ASN, hingga UU Guru dan Dosen, menurut Satriwan.
“Ini hendaknya menjadi semacam alarm bahwa tindak kekerasan seksual ke anak, sanksinya berat, misalnya apakah dikebiri atau kemudian dipenjara seumur hidup,“ katanya dengan geram.
Baca juga: Kepala Sekolah dan Guru yang Terlibat Asusila terhadap Anak di Sumenep Dinonaktifkan
Kemudian, tambahnya, dalam rencana itu juga harus dilakukan penilaian kepada calon dan pengajar secara total, baik di sekolah hingga satuan pendidikan keagamaan, untuk mencegah calon pengajar memiliki orientasi seksual yang menyimpang terhadap anak.
Selain itu, perlu dibentuk sistem deteksi dini kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sehingga ketika ada potensi terjadinya kekerasan dapat dicegah.
“Seperti di Gorontalo, kami menduga guru dan murid punya hubungan, masa sekolah tidak tahu? Lalu kalau tahu langkah apa yang diambil? Ini kan yang tidak ada sehingga dampaknya seperti ini,“ ujar Satriwan.
Senada, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyebut kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan yang terungkap ke publik seperti di Gorontalo dan wilayah lainnya seperti “fenomena gunung es”.
FSGI mencatat setidaknya terjadi 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan dari Januari hingga Agustus 2024.
Kemudian dari Januari hingga Mei 2023, FSGI mendata ada 22 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban mencapai 202 anak di lingkungan pendidikan, dengan pelaku yaitu guru, pemimpin pondok pesantren, hingga guru.
Baca juga: Heboh Video Asusila di Kantor Disdik Jombang, Kadisdikbud Lapor Polisi
Pelaku diancam hukuman 15 tahun penjara
Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak.
Kapolres Gorontalo, AKBP Deddy Herman, mengatakan oknum guru berinisial DH itu sudah ditetapkan sebagai tersangka usai polisi melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang.
Tersangka pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
“Yang ditambah sepertiga dari hukuman yang telah ditetapkan sebagai unsur bahwa pelaku adalah seorang tenaga pendidik,” kata Deddy, Rabu (25/09).
Deddy membenarkan modus pelaku dengan menggunakan pendekatan hubungan asmara.
Merujuk pada kronologi kejadian, jelas Deddy, pada awal 2022 silam korban mulai dekat dengan tersangka DH. Pada September, keduanya sudah menjalin asmara.
"Sedangkan perbuatan persetubuhan pertama kali dilakukan sekitar Januari 2024, dan terakhir September 2024 dilakukan di salah satu rumah teman korban," katanya.
Baca juga: Soal Video Asusila dengan Anak di Bawah Umur, Guru di Gorontalo Jadi Tersangka
Hingga Jumat (27/09) belum ada kuasa hukum yang mendampingi tersangka. BBC News Indonesia telah menghubungi tersangka untuk dimintai tanggapan terkait tuduhan terhadapnya, namun hingga artikel ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Kabupaten Gorontalo, Zascamelya Uno, mengatakan pihaknya siap mendampingi korban—baik dalam proses hukum, dan pendampingan secara psikologi.
Zascamelya berkata saat ini mereka fokus untuk terus melakukan pendampingan kepada korban, termasuk melakukan pemeriksaan dengan psikolog untuk menenangkan dan memulihkan kembali kondisi psikologisnya.
“Selain itu, kami tidak ingin kasus ini menghalangi dia mendapatkan ijazahnya, terutama karena dia sudah berada di kelas 12. Itu hak anak yang dilindungi oleh undang-undang, apapun kondisinya," kata Zascamelya, Rabu (25/09).
Baca juga: Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo Viral di Media Sosial, Pelaku Dilaporkan Paman Korban
Keluarga korban: ‘Dipaksa dengan modus hubungan asmara’
Seorang guru berinisial DH di salah satu lembaga pendidikan agama di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, diduga melakukan tindak asusila kepada seorang murid perempuan yang duduk di bangku kelas 12.
Kejadian itu terungkap usai beredarnya video yang merekam dugaan asusila oknum guru berusia 57 tahun tersebut terhadap korban.
Paman korban, Karim Toiti, mengeklaim apa yang dialami keponakannya adalah murni pelecehan seksual terhadap anak di bawa umur.
Dia menuduh oknum guru itu menggunakan relasi kuasa untuk memanipulasi sehingga keponakannya merasa tertekan dan tidak bisa berbuat apa-apa hingga akhirnya terjadi dugaan kekerasan seksual.
Sumber gambar, Getty Images
Berdasarkan pengakuan korban kepadanya, Karim menerangkan bahwa awalnya pelaku mulai menyentuh salah satu bagian tubuh sensitif korban di ruangannya. Korban mengaku merasa kaget hingga menangis kala itu.
“Peristiwa itu sempat diceritakan kepada temannya, dan ponakan saya menangis karena dilakukan seperti itu,” kata Karim kepada kepada Sarjan Lahay, wartawan di Gorontalo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Akibat peristiwa itu, kata Karim, keponakannya sempat trauma dan beberapa hari tidak mau masuk ruangan guru di sekolah itu.
Meski tidak ada ancaman dari pelaku ke korban, klaim Karim, modus asmara terus dimanfaatkan pelaku untuk memanipulasi korban.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku untuk dimintai tanggapan terkait tudingan-tudingan yang ditujukan padanya, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Adapun hingga Jumat (27/09) yang bersangkutan disebut belum didampingi kuasa hukum.
Karim kemudian menambahkan bahwa dirinya kecewa dengan pihak sekolah yang tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap guru dan siswanya.
Dia juga memprotes dengan keras pandangan sekolah yang tidak memiliki perspektif korban—akibat peristiwa ini, keponakannya dikeluarkan dari sekolah.
Menurutnya, sekolah tidak melihat secara mendalam kasus ini dan hanya memandang bahwa ponakannya adalah pihak yang juga turut bersalah.
“Sekolah hanya mengacu kepada aturan tata tertib yang mereka buat bahwa siswa yang mencemarkan nama baik sekolah harus dikeluarkan. Padahal ini adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hak ponakan saya harus dilindungi,” jelas Karim.
Karim menduga sikap sekolah yang mengeluarkan keponakannya sebagai upaya untuk melepas tanggung jawab.
“Peristiwa ini terjadi sudah dua tahun lama. Berdasarkan informasi yang saya dapat, hubungan ini sudah diketahui oleh sekolah, tapi sekolah hanya diam saja, tidak melakukan apa-apa,” jelasnya.
Senada, kuasa hukum korban, Yudin Yunus, mengatakan kebijakan yang diambil sekolah terkesan berpihak kepada pelaku, bukan kepada korban.
“Jika kasus ini diketahui oleh sekolah dan mereka hanya diamkan saja. Artinya, pihak sekolah bisa dibilang turut serta dalam terjadi kasus ini dan sekolah harus benar-benar bertanggung jawab di pengadilan,” tegasnya.