Kakek Dipenjara Karena Pelihara Ikan

Kakek Dipenjara Karena Pelihara Ikan

TRIBUNJABAR.ID - Inilah sosok Kakek Piyono yang ditahan gara-gara memelihara ikan aligator gar.

Kakek berusia 61 tahun itu harus berurusan dengan hukum gara-gara memelihara ikan aligator gar, yang biasa digunakan untuk membersihkan kolam ikan.

Diketahui, Kakek Piyono berasal dari Kota Malang, Jawa Timur.

Dalam sidang tuntutan beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Malang Kelas IA, Kakek Piyono dituntut Jaksa Penuntut Umum (KPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang dengan hukuman delapan bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan penjara.

Adapun sidang kasus itu pun berlanjut pada Senin (9/9/2024) ini dengan agenda putusan.

Baca juga: Kisah Pilu Marni Luntang-lantung di Jalan, Ternyata Hilang 4 Tahun, Tangis Ibu Pecah saat Bertemu

Pihak keluarga juga datang mendampingi Piyono.

Anak dari Piyono, Aji Nuryanto menerangkan, pihak keluarga ingin Piyoni segera dibebaskan.

Sebab, Piyono dan keluarga mengaku tidak tahu adanya aturan larangan pemeliharaan ikan aligator gar.

Ikan itu awalnya dibeli pada tahun 2006 silam saat masih berukuran kecil dengan jumlah delapan ekor dan harga masing-masing Rp 10.000 di Pasar Burung Splindid, Kota Malang.

Seiring berjalannya waktu, ikan itu tinggal tersisa 5 ekor.

"Memeliharanya sejak tahun 2006, jadi dipelihara kurang lebih 16 tahun, sedangkan aturan atau undang-undangnya itu baru ada sejak tahun 2020, ikan ini juga dijual di pasaran bebas," kata Aji, dikutip dari Kompas.com.

Lebih lanjut, kronologi persoalan hukum bermula ketika petugas epolisian Daerah Jawa Timur pada Jumat (2/2/2024) mendatangi lokasi kolam pemancingan milik Piyono di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Di lokasi tersebut ditemukan lima ikan aligator gar.

"Katanya petugas kepolisian tahunya dari warga, tapi warga yang mana tidak mungkin, selama ini tidak ada yang mempermasalahkan, dipelihara sendiri," kata dia.

Seorang kakek bernama Piyono (61) asal Sawojajar, Kota Malang dinyatakan bersalah dan divonis penjara selama 5 bulan karena memelihara ikan jenis Aligator Gar.

Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim, I Wayan Eka Mariarta di ruang Garuda, Pengadilan Negeri (PN) Malang, Senin (9/9)."Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana perikanan, yakni Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan Jo PERMEN-KP RI No. 19/PERMEN-KP/2020," kata majelis Hakim."Terdakwa diputus lima bulan subsider satu bulan dengan denda Rp5 juta," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai mendengar putusan tersebut, Piyono yang didampingi oleh kuasa hukum beserta keluarganya merasa pasrah dan tertunduk lemas.Sebab, Piyono sendiri memelihara ikan tersebut sejak tahun 2008. Sementara, undang-undang atau aturan pelarangan memelihara ikan tersebut baru terbit di tahun 2020 lalu.Menanggapi putusan tersebut, Kuasa Hukum Piyono, yakni Guntur Putra Abdi mengaku pihaknya kecewa dengan putusan majelis hakim."Putusan ini terlalu memberatkan di keluarga juga, bahwasannya kita juga sudah mengajukan putusan bebas atau seringan-ringannya percobaan lah. Sehingga, terdakwa hanya wajib lapor," kata Guntur.Terdakwa yang mendengar putusan tersebut pun sempat meluapkan emosinya. Sebab, ia merasa tak bersalah dan tak tahu akan aturan tersebut."Terdakwa tadi sempat emosi dengan adanya ini, karena terdakwa berpendapat tidak bersalah, karena dia memelihara sebelum adanya undang-undang," ujarnya."Terdakwa memelihara dari 2008 lalu dan hanya memelihara tidak menambah dan tidak merusak ekosistem. Kemudian, banyak juga yang menjual dan tidak adanya sosialisasi dari pihak terkait masalah ikan jenis Alligator Gar ini," tambahnya.Dengan adanya putusan ini, Guntur segera melakukan koordinasi dengan pihak keluarga untuk menentukan langkah selanjutnya setelah adanya putusan.Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, Suud mengaku bahwa vonis ini sudah memenuhi keadilan. Dimana sebelumnya, mereka menuntut terdakwa dengan hukuman penjara delapan bulan subsider dua bulan."Kami menganggap putusan ini sudah memenuhi keadilan dan kalau dicek sudah termasuk ringan kalau menurut kami," kata Suud.Piyono memelihara ikan tersebut sejak tahun 2008 silam. Ia membeli ikan tersebut di salah satu pedagang pasar hewan Splindid Kota Malang dengan jumlah 8 ekor seharga masing-masing Rp10 ribu.Seiring berjalannya waktu, ikan tersebut hanya tersisa 5 ekor saja dengan panjang kisaran 1 meter.Kemudian, dari hasil laporan warga, pihak Polda Jatim pada tanggal 2 Februari 2024 lalu mendatangi kolam pemancingan milik Piyono di Kelurahan Sawojajar, Kota Malang. Di situ, pihak kepolisian menemukan 5 ekor ikan jenis Aligator Gar yang dipelihara oleh Piyono.Kemudian, pada 22 Februari 2024, pihak Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar satuan wilayah Surabaya mendatangi kolam milik Piyono.Akhirnya, sejak 6 Agustus 2024 lalu, Piyono di tahan di Lapas Kelas I Malang atas perbuatannya memelihara ikan Aligator Gar.

Seorang kakek menangis berpelukan dengan anak dan istrinya setelah divonis lima bulan penjara subsider satu bulan, terkait kasus pemeliharaan ilegal ikan predator aligator.  Mendengar vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Malang, Jawa Timur, Senin petang, 9 September 2024, Piono (61) tersulut emosi dan menghampiri keluarga tercinta yang setia mendampingi selama proses persidangan berlangsung. Piono bersama dengan anak dan istrinya tidak kuasa menahan tangis dan saling berpelukan, selama hampir 30 menit di sisi kursi pengunjung sidang di ruang Garuda.  Istri dan anak Kakek Piono terlihat syok, tidak mau berpisah dengan orang terkasih saat petugas dari Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Kota Malang membawanya kembali ke Lapas Lowokwaru, Kota Malang. Kakek Piono terbukti bersalah memiliki dan memelihara delapan ekor ikan predator jenis aligator gar di rumahnya di kawasan Sawojajar, Kota Malang sejak 16 tahun silam.

Beijing (ANTARA) - Delapan polisi dijebloskan ke penjara atas dugaan melindungi segerombolan pria yang melakukan penyerangan terhadap perempuan di Kota Tangshan, Provinsi Hebei, China.

Delapan polisi tersebut termasuk di antara 28 tersangka yang ditahan, demikian pernyataan pers Kejaksaan Hebei, Senin.

Melalui kerja sama dengan Kementerian Keamanan Publik (MPS) atau Kepolisian China, aparat penegak hukum Hebei telah berhasil menahan delapan polisi terkait kasus pengeroyokan terhadap empat perempuan di restoran barbekyu di Kota Tangshan pada 10 Juni tengah malam lalu.

Kepala Biro Kepolisian Distrik Lubei, Kota Tangshan, Ma Aijun, dan Kepala Kantor Kepolisian Distrik Lubei, Hu Ben, bersama enam sfat yang bertugas, yakni Han Zhiyong, Chen Zhiwei, Fan Lifeng, Wang Hongwei, Wang Zhipeng, dan An Di telah mendekam di sel tahanan.

Mereka dianggap menyelewengkan kewenangannya, menerima suap, dan menerima hadiah lainnya dari para tersangka pengeroyokan.

Chen Jizhi selaku tersangka utama kasus yang menyita perhatian publik secara luas di China itu ditahan terlebih dulu.

Menurut pihak kejaksaan, Chen mengumpulkan beberapa orang secara bertahap sebelum membentuk sebuah geng.

Sejak 2012, gerombolan Chen terlibat 11 kasus kriminal, termasuk menciptakan terjadinya keributan, melukai orang lain, membuka kasino, merampok, dan lain-lain.

Pihak kejaksaan mengungkapkan bahwa Chen bersama tiga anggota gengnya melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan bermarga Wang di salah satu restoran barbekyu di Kota Tangshan pada 10 Juni pukul 02.40 waktu setempat.

Chen lantas memukuli perempuan tersebut saat membela diri.

Kemudian enam anggota geng Chen lainnya memukuli Wang dan tiga temannya dengan menggunakan kursi dan botol-botol minuman di restoran tersebut.

Rekaman insiden tersebut yang diperoleh dari kamera CCTV tersebar luas di berbagai media sosial China.

Para korban mengalami luka-luka akibat tindakan Chen yang belakangan diduga dibekingi aparat kepolisian setempat.

Baca juga: Peretas klaim curi 1 miliar data pribadi penduduk China dari polisiBaca juga: Polisi Shanghai selamatkan Rp305 miliar dari 42 buronanBaca juga: Dituduh pemicu Delta, perempuan tua asal Nanjing ditangkap polisi

Pewarta: M. Irfan IlmieEditor: Atman Ahdiat Copyright © ANTARA 2022